Pages

19.11.09

Seni bordir di Kaliwungu


Kaliwungu memang hanya salah satu kecamatan di Kabupaten Kendal. Namun dalam beberapa hal, kecamatan ini memiliki keunggulan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kota ini memiliki warga yang kreatif dan produktif.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga Kaliwungu yang mengelola home industry, mulai bisnis makanan, pakaian, dan sepatu sampai kartun..

Jika selama ini kartun menjadi ikon Kota Kaliwungu, maka tidak berlebihan jika selanjutnya kita mengembangkan dan memaksimalkan bisnis di bidang pakaian, terutama bordir. Harapannya, ke depan, industri bordir mampu menjadi ikon baru di Kota Kaliwungu.

’’Kaliwungu kota bordir,’’ begitulah kira-kira.

Hanya, bagaimana kita memosisikan bordir dari Kaliwungu tersebut untuk mengangkat eksistensinya? Inilah kenapa melalui Surat Edaran Bupati Kendal, mulai Jumat 12 Juni 2009, Pemkab memberlakukan penggunaan Pakaian Dinas seragam PNS dan Pe-gawai Tidak Tetap (PTT) pada setiap hari Jumat dengan Pakaian Dinas Bordir Produk Kendal .

’’Kewajiban’’ memakai bordir bagi pegawai ini diharapkan menjadi momentum membangun kesadaran kolektif untuk mengikhtiarkan pemasyarakatan bordir dari Kaliwungu. Dengan 11.873 pegawai Pemkab Kendal ditambah keluarga membuka kemungkinan penyebaran dan demam bordir di seluruh Kendal secara total.

Koperasi Bordir Sesuai dengan hukum ekonomi bahwa semakin banyak permintaan maka produksi akan semakin bertambah, selanjutnya akan terjadi sinergi yang kondusif antara produsen bordir dan penikmat bordir.

Bukan itu saja. Perkembangan usaha bordir pun membawa berkah tersendiri bagi warga Kaliwungu yaitu, semakin terbuka lapangan pekerjaan baru yang secara otomatis pula mengurangi jumlah pengangguran.

Lihat saja, usaha bordir milik Nyonya Ma’rifat (49) sudah memperkerjakan sekitar 40 karyawan. Sepuluh orang bekerja di rumah Ma’rifat, sedangkan selebihnya bekerja di rumah masing-masing.

Bagi yang bekerja di rumah tersedia mesin bordir serta bahan kain dan benang. Pekerja memilih bekerja di rumah itu umumnya adalah kaum wanita yang telah berkeluarga.

Dan di Kaliwungu ada belasan perajin bordir sekelas Ma’rifat dan puluhan industri rumah tangga yang dikelola warga.

Tidak aneh saat ini sudah berdiri Koperasi Bordir ’’Mekar Sari’’. Koperasi ini menampung bordir yang diusahakan secara home industri.

Rupa-rupanya perajin Kaliwungu tidak ingin meniru nasib perajin bordir di daerah lain.

Disana tidak ada koperasi yang menaungi para perajin. Kalaupun ada, hanya berupa bangunan gedung berpapan nama koperasi, namun tidak berfungsi. Tidak ada yang mengatur dan melindungi para perajin, banyak yang terpaksa gulung tikar.

Semula bermula ketika para pengepul yang menjadi tangan kanan para pengusaha besar, datang langsung ke rumah-rumah perajin. Mereka membeli barang dengan harga rendah. Para tengkulak ini leluasa menentukan harga, karena tidak ada patokan harga resmi yang diatur koperasi.

Mereka pun bebas keluar masuk dan bertransaksi langsung dengan para perajin, karena tidak ada peraturan yang mengatur bahwa barang harus dibeli lewat koperasi.

Para perajin yang bermodal pas-pasan terpaksa merelakan hasil bordiran mereka kepada kepada para tengkulak meski dengan harga rendah. Mereka melakukan agar roda produksi terus berputar.

Celakanya, tindakan mereka ini justru dimanfaatkan oleh para tengkulak untuk meraup keuntungan. Sementara para perajin semakin merana. Mereka berani melepaskan produknya dengan selisih harga sedikit lebih rendah, asalkan barang laku dijual. Inilah penyebab utama kehancuran usaha mereka sendiri.
Langkah Konprehensif Jika dilihat dari segi jumlah, pengusaha yang bergerak di bidang bordir tidaklah sedikit. Tempat sentra bordir terdapat di dekat area masjid Kaliwungu yaitu Desa Krajankulon, Sarirejo, Protomulyo dan Kutoharjo.

Dari segi kualitas, bordir dari Kaliwungu tidak diragukan mutunya. Melihat kenyataan tersebut, sebetulnya potensi untuk mengembangkan usaha ini sangat besar dan prospektif. Dan potensi besar ini hanya akan menjadi jamur yang bertebaran di musim hujan, yang akan segera hilang, apabila tidak memperoleh perhatian khusus.

Sebab jujur saja, sekarang masih ada beberapa masalah yang dihadapi para perajin bordir dari Kaliwungu. Misalnya, menyangkut keminiman tenaga keterampilan, terutama yang menguasai bidang desain.

Masalah lainnya adalah menyangkut ketergantungan terhadap bahan baku dan bahan pendukungnya. Sebab selama ini bahan baku masih diambil dari daerah lain. Akses pasar dan permodalan juga masih sangat terbatas.

Belum lagi, usaha bordir yang didirikan warga itu masih bersifat sambilan. Hal itulah yang menyebabkan usaha mereka sulit berkembang. Padahal, hasil kerajinan bordir mulai dilirik banyak orang. Ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan oleh para pengusaha.

Karena itu, perlu ada pembinaan dan perhatian yang lebih besar dari pemkab, agar usaha ini berkembang dengan baik dan menjadi unggulan Kabupaten Kendal.

Perhatian itu bisa diwujudkan, misalnya dengan bantuan modal usaha yang ditujukan untuk pengusaha bordir yang masih kecil, sehingga mereka dapat terus mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan mandiri.

Sumber: Suara Merdeka

0 komentar

Posting Komentar